Tanya:
Assalamu’alaikum wr wb.
Hampir setiap ada kegiatan bershalawat di kampung, saya diminta berdiri oleh pembawa acara. Wajibkah saya berdiri ketika mendapat komando berdiri (mahallul qiyam) tersebut? Demikian, atas jawaban Bapak, saya sampaikan terima kasih.
Raihan - Denpasar
Jawab:
Wa’alaikum salam wr wb.
Terima kasih atas pertanyaan yang menarik dari Bapak Raihan. Untuk menjawab pertanyaan itu, saya kutipkan terlebih dahulu hadis Nabi SAW,
عَنْ اَنَسٍ رَضِيَ اللهُ قَالَ لَمْ يَكًنْ شَخْصٌ أَحَبَّ إلَيْهِمْ مِنَ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَكَانُوْا إذَا رَأوْهُ لَمْ يَقُوْمُوْا لَهُ لِمَا يَعْلَمُوْنَ مِنْ كَرَاهَتِهِ لِذَالِكَ رواه الترمذي
Anas ra berkata, “Tidak ada orang yang lebih dicintai para sahabat melebihi Nabi SAW. (Sekalipun demikian), mereka tidak berdiri ketika menjumpainya, karena mereka tahu Nabi tidak menyukainya” (HR At Turmudzi).
Mengapa Nabi tidak menyukai orang berdiri menyambut kedatangannya? Sebab, ia khawatir umatnya kelak memperlakukan Nabi SAW secara berlebihan, seperti yang dilakukan orang Nasrani yang meyakini Nabi Isa as sebagai Tuhan. Oleh sebab itu, Allah SWT berfirman,
يٰٓاَهْلَ الْكِتٰبِ لَا تَغْلُوْا فِيْ دِيْنِكُمْ وَلَا تَقُوْلُوْا عَلَى اللّٰهِ اِلَّا الْحَقَّۗ اِنَّمَا الْمَسِيْحُ عِيْسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَسُوْلُ اللّٰهِ وَكَلِمَتُهٗ ۚ اَلْقٰىهَآ اِلٰى مَرْيَمَ وَرُوْحٌ مِّنْهُ
“Wahai ahlul kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan dalam (menjalankan) agamamu (sehingga meyakini Isa as sebagai Tuhan) dan janganlah kamu mengatakan tentang Allah, kecuali yang benar. Sungguh Al Masih, Isa putra Maryam hanyalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya (kun fayakun), yang Dia sampaikan kepada Maryam dan (dengan tiupan) ruh dari-Nya” (QS An-Nisa’ [4]: 171).
Nabi SAW juga bersabda,
عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ سَمِعَ عُمَرَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ يَقُولُ عَلَى الْمِنْبَرِ سَمِعْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَقُولُ لَا تُطْرُونِي كَمَا أَطْرَتْ النَّصَارَى ابْنَ مَرْيَمَ فَإِنَّمَا أَنَا عَبْدُهُ فَقُولُوا عَبْدُ اللَّهِ وَرَسُولُهُ رواه البخاري
“Ibnu 'Abbas r.a mendengar 'Umar r.a berkata di atas mimbar, "Aku mendengar Nabi SAW bersabda, "Janganlah kalian melampaui batas dalam menyanjungku, seperti yang dilakukan orang Nasrani terhadap 'Isa bin Maryam. Sungguh, aku hanyalah hamba-Nya. Maka, katakanlah (aku) adalah hamba-Nya dan utusan-Nya" (HR Al Bukhari).
Nabi SAW juga membenci orang yang sombong dan gila hormat yang meminta orang berhenti dan berdiri menghormatnya. Ia bersabda,
مَنْ اَحَبَّ اَنْ يَتَمَثَّلَ لَهُ الرِّجَالُ قِيَامًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ (رواه ابو داود عن معاوية ابن ابى سفيان)
“Barangsiapa senang orang-orang berdiri menghormatinya, maka bersiaplah masuk neraka untuk tempat tinggalnya” (HR Abu Daud dari Mu’awiyah bin Abi Sufyan ra).
Berdasar beberapa hadis di atas, maka berdiri menyambut Nabi atau bershalawat kepadanya dengan tujuan mengagungkan Nabi sebagai Tuhan, bukan sebagai Nabi, maka hukumnya haram. Tapi, jika berdiri itu bertujuan untuk menghormat Nabi SAW sebagai kekasih Allah SWT, maka hukumnya boleh, bahkan termasuk akhlak yang terpuji. Para ulama terdahulu telah melakukan hal tersebut, demikian juga berdiri menyambut kedatangan orang-orang dimuliakan. Kita di Indonesia, termasuk para tokoh agama juga berdiri untuk menyambut kedatangan presiden, atau imam masjidil haram, atau siapa saja yang amat dihormati.
Para ulama berpedoman bahwa Nabi SAW pernah menyuruh orang-orang berdiri menyambut kedatangan Sa’ad bin Muawiyah, ra, orang yang amat mereka hormati (sayyidikum).
عَنْ اَبِي سَعِيْدٍ الْخُدْرِيِّ اَنَّ اَهْلَ قُرَيْظَةَ لَمَّا نَزَلُوْا عَلَى حُكْمِ سَعْدٍ اَرْسَلَ اِلَيْهِ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَجَاءَ عَلَى حِمَارٍ اَقْمَرَ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قُوْمُوْا اِلَى سَيِّدِكُمْ اَوْاِلَى خَيْرِكُمْ فَجَاءَ حَتَّى قَعَدَ اِلَى رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ (رواه ابوداود)
“Abu Sa’id al Khudriyyi berkata, ketika beberapa orang Yahudi dari suku Quraidhah menerima keputusan Sa'd (bin Mu’adz r.a dari suku Aus), maka Nabi SAW mengirim utusan kepadanya (agar ia menghadap Nabi). Lalu, ia (Sa’d bin Mu’adz, r.a) menghadap Nabi dengan mengendarai keledai yang amat putih. Nabi SAW berkata (kepada penduduk Anshar), "Berdirilah untuk pemimpin kalian” atau beliau bersabda, “(Berdirilah) untuk orang terbaik di antara kalian." Sa'd lalu datang dan duduk di sisi Rasulullah SAW" (HR Abu Dawud).
Perintah berdiri dalam hadis ini bermakna penghormatan atau bermakna membantu menurunkan barang bawaan Sa’d bin Mu’adz, ra dari keledainya. Perintah berdiri untuk orang terhormat dan ketika bersalawat hanya bersifat anjuran, bukan kewajiban. Bagi yang lebih menyukai tetap duduk, sama sekali tidak masalah. Bagi saya, meskipun tidak wajib, jika saya berada di tengah masyarakat yang memiliki tradisi berdiri ketika bersalawat, saya ikut berdiri dengan dua niat. Pertama, menghormat Nabi SAW dan kedua, menghormati perasaan mereka. Toh, kita juga berdiri ketika menyanyikan lagu Indonesia Raya. Wallahu ta’ala a’lam.