Hikmah

Idul Fitri, Membersihkan Hati Meraih Ridha Ilahi


sebulan yang lalu


idul-fitri-membersihkan-hati-meraih-ridha-ilahi

Di antara hal penting terkait Idul Fitri adalah mempertahankan kebersihan hati dan selalu berorientasi meraih ridha ilahi.

Jika ditanya bagaimana perasaan Anda saat merayakan Idul Fitri, dapat dipastikan jawabannya adalah ”Saya senang sekali, saya bahagia sekali” dan seterusnya. Seseorang akan menjawab dengan berbagai pilihan redaksi yang maknanya adalah senang.

Senang dalam KBBI adalah rasa puas dan lega, tanpa rasa susah dan kecewa, dan sebagainya. 

Harus diwaspadai bahwa perasaan senang tidak jarang membuat seseorang melupakan bahwa Allah SWT adalah sumber adanya kebahagiaan tersebut. Jika tidak, seseorang bisa lupa mempertahankan perbuatan baiknya, bahkan melupakan Allah. Ini adalah kehidupan yang membahayakan bagi insan. 

Maka, Nabi SAW memberikan informasi penting bahwa sekiranya umat beliau mengerti tentang kehebatan yang terdapat dalam bulan Ramadhan, pastinya umat beliau, yakni kita semua, berdoa kepada Allah untuk memohon agar seluruh bulan dijadikan bulan Ramadhan. 

Di balik sabda Nabi SAW tersebut, jelas sekali bahwa kebaikan-kebaikan yang kita sandang mudah terjadi pada saat bulan Ramadhan. Seseorang tidak berani berkata-kata kecuali yang baik saja. Seseorang tidak banyak mengobral omongan kecuali ada jaminan bahwa omongannya tidak megandung dosa. Seseorang tidak berani menstigma, tidak berani menstempel bahwa si A adalah orang yang tidak baik dan lain-lain. Saat Ramadhan, pikiran orang hanya ingin bagaimana mampu berpuasa lahir batin dengan baik. 

Persoalannya adalah bagaiamana suasana Ramadhan tersebut menjadi gaya hidup baru bagi insan muslim. Sebab, jika kita mampu mempertahankan karakter Ramadhan, dunia ini menjadi aman dari segala keburukan karena semua insan selalu berpikir dan berbuat yang baik saja. Maka, tidak berlebihan jika Rasulullah bertamanni agar seluruh bulan menjadi bulan Ramadhan saja.

Selama Ramadhan umumnya insan beribadah secara maksimal serta menjauhi keburukan secara maksimal pula. Maka, semestinya kebaikan-kebaikan tersebut terus dilakukan, diaplikasikan dalam kehidupan  dan bukan dilupakan. Demikian pula kita terus berusaha menjauhi segala keburukan sebagaimana saat Ramadhan.

Sebagai suatu contoh, saat Ramadhan rasanya kita tidak mau kehilangan berjamaah dalam shalat lima waktu, juga tidak mau ketinggalan shalat Tarawih, Tahajud, Witir, shalat sunah Qabliyah dan Ba’diyah, Dhuha, bersedekah, apalagi membaca Al-Qur’an. Masyaallah, semua itu menjadi makanan selama Ramadhan pagi, siang, petang, malam, bahkan tengah malam, dan seterusnya. 

Idul Fitri adalah masa yang menyenangkan. Harus kita sadari bahwa suasana menyenangkan bisa cenderung membuat kita lupa. Maka, janganlah suasana menyenangkan itu melupakan pemberi kesenangan itu, yaitu Allah SWT. Kita perhatikan salah satu peringatan Allah SWT di antaranya dalam surat ke-59, Al-Hasyr.

وَلَا تَكُونُوا كَالَّذِينَ نَسُوا اللَّهَ فَأَنْسَاهُمْ أَنْفُسَهُمْ ۚ أُولَٰئِكَ هُمُ الْفَاسِقُونَ

"Dan janganlah kamu seperti orang-orang yang lupa kepada Allah sehingga Allah menjadikan mereka lupa akan diri sendiri. Mereka itulah orang-orang fasik" (QS Al-Hasyr: 19).  

Jangan salah paham bahwa kita bisa lupa diri bukan sebab Allah yang melupaan, tetapi kita lupa diri (sehingga berbuat tidak baik) karena kita melupakan Allah. Maka, melupakan Allah berarti sikap arogan, sikap buruk kita yang berakibat Allah membiarkan kita.

Ingatlah juga firman Allah bahwa di saat ada orang-orang melupakan Allah, Dia pun melupakan mereka dan menjadikan mereka lupa terhadap diri sendiri. Hal ini  sebagaimana firman Allah SWT: 

…..ۚ نَسُوا اللَّهَ فَنَسِيَهُمْ …..
Makna ayat ini adalah ”….Mereka telah melupakan Allah, maka akibatnya Allah juga melupakan mereka...." (QS At-Taubah [9]: 67). 

Allah SWT akan menghukum orang yang telah melupakan-Nya dengan dua macam hukuman. Pertama, Allah melupakan orang tersebut. Kedua, Allah menjadikannya lupa terhadap diri sendiri. Apabila hal ini telah terjadi, insan bisa berubah menjadi orang yang tidak baik, tidak mampu mengawasi diri sendiri, bahkan ritual Ramadhan tidak membekas dalam kehidupannya. 

Semoga Nurul Falah membersamai kita dalam kehidupan yang baik mencapai ridha Allah SWT dan Ramadhan mendatang ditakdirkan membersamai kita lagi, aamiin.