Hikmah

Mengejar Dunia tanpa Melupakan Akhirat


21 hari yang lalu


mengejar-dunia-tanpa-melupakan-akhirat

Ada baiknya setiap diri meluangkan waktu sejenak untuk merenungi perjalanan hidup di dunia ini. Refleksi diri ini sangat penting agar tidak salah jalan dalam mengarungi kehidupan. Jangan sampai menyimpang dari rambu-rambu yang telah ditetapkan oleh Yang Maha Pencipta manusia. Jika keliru jalan di dunia, tersesat di akhirat. Menyesal pilu tiada henti.  

Manusia diciptakan oleh Allah sebagai makhluk yang paling mulia di muka bumi. Perbedaan antara manusia dan alam dunia terletak pada fungsi dan tujuannya. Manusia diciptakan agar senantiasa beribadah kepada Allah. Ditugaskan untuk mengelola  alam raya beserta seluruh isinya. Sementara alam raya diciptakan untuk manusia, disediakan untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Ini menjadi sarana agar manusia dapat melaksanakan ibadah dengan sempurna. 

“Dan dia telah menundukkan untukmu apa yang di langit dan apa yang di bumi semuanya, (sebagai rahmat) dari-Nya. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang berpikir” (QS Al-Jatsiyah: 13).

Imam Gazhali menyampaikan bahwa manusia diciptakan untuk akhirat, sedangkan dunia diciptakan untuk manusia. Pemahaman ini sangat penting untuk direnungkan. Beliau mengingatkan bahwa hidup di dunia ini hanya sebagai tujuan antara saja. Tidak permanen. Sementara tujuan akhir adalah menuju kehidupan akhirat yang kekal selama-lamanya. 

Menempatkan dunia sebagai tujuan utama sungguh sangat keliru. Tapi, begitulah kenyataanya. Banyak manusia yang lalai. Tenaga, waktu, dan kesempatan dihabiskan untuk mengejar kebutuhan dunia yang tidak kekal. Padahal, dunia ini hanya senda gurau.  

”Ketahuilah bahwa kehidupan dunia itu hanyalah permainan, kelengahan, perhiasan, dan saling bermegah-megahan di antara kamu serta berlomba-lomba dalam banyaknya harta dan anak keturunan. (Perumpamaannya adalah) seperti hujan yang tanamannya mengagumkan para petani, lalu mengering dan kamu lihat menguning, kemudian hancur. Di akhirat ada azab yang keras serta ampunan dari Allah dan keridaan-Nya. Kehidupan dunia (bagi orang-orang yang lengah) hanyalah kesenangan yang memperdaya” (QS Al-Hadid: 20). 

”Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah permainan dan hiburan belaka.  Dan sungguh akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertakwa. Tidakkah kamu mengerti?” (QS Al-An'am: 32).

Al-Qur’an mengingatkan kita agar secara tepat dan benar dalam menempatkan prioritas antara kebutuhan dunia dan kebutuhan akhirat. 

”Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (pahala) negeri akhirat, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia. Berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik kepadamu dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan” (QS Al-Qashas: 77).

Sebenarnya, kebutuhan manusia itu sangat sederhana. Yang diperlukan oleh manusia untuk bisa hidup meliputi tempat tinggal, pakaian, dan makan (papan, sandang, dan pangan). Dengan keyakinan yang tinggi, asalkan manusia mau berikhtiar dan usaha, pasti akan terpenuhi kebutuhan dasar tersebut. 

Jaminan pemenuhan kebutuhan itu telah disampaikan oleh Allah dalam Al-Qur’an. ”Tidak satu pun hewan yang bergerak di atas bumi melainkan dijamin rezekinya oleh Allah. Dia mengetahui tempat kediamannya dan tempat penyimpanannya. Semua (tertulis) dalam kitab yang nyata (Lauh Mahfuz)” (QS Hud: 6).

Allah telah membagi rezeki kepada makhluk-Nya sesuai ukuran yang telah ditetapkan. Allah Maha Tahu jika manusia diberi rezeki yang terlalu banyak pasti manusia akan melampaui batas. 

”Seandainya Allah melapangkan rezeki kepada hamba-hamba-Nya, niscaya mereka akan berbuat melampaui batas di bumi. Tetapi, Dia menurunkan apa yang Dia kehendaki dengan ukuran (tertentu). Sesungguhnya Dia Maha Teliti dan Maha Melihat (keadaan) hamba-hamba-Nya”. (QS As-Syura: 27).

Mengapa manusia terlalu mengejar kehidupan dunia? Sebab, yang diburu bukan kebutuhan, melainkan keinginan. Padahal, keinginan nafsu manusia tidak terbatas. Kurang terus. Apalagi manusia punya sifat ingin memamerkan kesuksesan dirinya. Tanda keberhasilan itu ditampakkan dari banyaknya harta. Sikap seperti ini sangat tidak diperkenankan. 

Allah SWT berfirman, ”Maka janganlah sekali-kali kehidupan dunia memperdaya kamu” (QS Luqman: 33).

Rasulullah SAW berpesan, ”Barangsiapa yang dunia menjadi tujuannya, maka Allah akan cerai-beraikan urusannya dan menjadikan kefakiran di depan matanya serta dunia tidak akan datang kepadanya kecuali sebatas apa yang telah ditetapkan baginya. Tetapi, barangsiapa yang akhirat menjadi niatnya, maka Allah akan menyatukan urusannya, menjadikan kekayaan dalam hatinya, dan dunia akan datang kepadanya dalam keadaan tunduk” (HR Tirmidzi).

Peringatan Rasulullah SAW itu sangat penting untuk dijadikan visi dan arah yang harus ditempuh oleh seorang muslim dalam menjalani hidup ini. Harta harus dicari, tetapi bukan menjadi tujuan utama. Amal akhiratlah yang menjadi prioritas, maka urusan dunia akan menyertai.  

Allah SWT tidak melihat harta benda dan kedudukan yang dikuasai manusia. Allah SWT hanya menilai ketakwaan seseorang. Allah berfirman, ”Sesungguhnya yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Teliti.” (QS Al-Hujarat: 13).