Hikmah

Menjadi Ihsan dan Bermanfaat untuk Sesama


2 tahun yang lalu


menjadi-ihsan-dan-bermanfaat-untuk-sesama

Disampaikan oleh Abu Hurairah ra bahwa suatu saat Nabi SAW berkumpul dengan para sahabat. Tiba-tiba datang seseorang yang tidak dikenal dan bertanya kepada Nabi SAW tentang beberapa hal. Semua dijawab oleh Nabi dan penanya pun membenarkan jawaban Nabi. Salah satu pertanyaan tersebut adalah ”Apakah ihsan itu?” 

Nabi SAW menjawab, ”Kamu menyembah Allah seolah-olah melihat-Nya dan bila kamu tidak melihat-Nya sesungguhnya Dia melihatmu”, lalu “Engkau benar,” kata penanya. 

Setelah dialog itu selesai, penanya tersebut menghilang meninggalkan Nabi SAW. 

Lalu, Nabi SAW bersabda, “Dia adalah malaikat Jibril yang menampakkan wujud manusia yang datang kepada kita untuk mengajarkan agama.”

Jika ihsan kita pahami secara terpisah dari struktur dan urutan pertanyaan malaikat dengan Nabi SAW, maka ihsan merupakan tabiat seseorang yang sangat unggul dalam menjaga hubungan dirinya dengan Allah atau hablun minallah maupun hubungan dengan sesama manusia atau hablun minannas. Ihsan ini dapat diperoleh oleh siapa saja dari hamba Allah.

Keihsanan seseorang tidak bisa terpisahkan dengan iman dan Islam. Ketiganya merupakan satu-kesatuan yang memang tidak mungkin bisa ditinggal, salah satunya sebagai kesempurnaan keislaman seseorang.   

Dalam ajaran Islam, ihsan memiliki arti perbuatan baik. Ihsan adalah merupakan pembuktian atas keimanan dan keislaman kita semua. Keberhakan seseorang yang dirinya menduduki derajat ihsan adalah semua pikiran, ucapan, dan perilaku seseorang selalu kebaikan dan kebenaran. Keberkahan tersebut akan menyelimuti segala aspek kehidupanya sehingga seseorang akan terhindar dari perbuatan tercela. 

Sebagai contoh, berikut ini ada seseorang profesional di bidang keuangan (dalam arti dia ahli di bidangnya). 

Profesional ini setiap hari menghitung dan membukukan uang. Di antara cuplikan bunyi salah  satu amanahnya adalah ”posisi uang terdeteksi dengan baik dan tidak satu rupiah pun yang terselip hilang.”  

Ia setiap hari berdebat dalam hatinya. Satu satunya, dia berpikir bagaiamana caranya bisa mencuri uang dengan selamat dan tidak diketahui seorang pun. Di awal, cara yang ia temukan terasa tidak aman, tapi karena setiap hari dia berpikir hal itu, cara yang dirasa paling aman pun ditemukan dan berniat esok hari dengan alasan lembur dia akan berlaga. 
Esok hari pun tiba. Namun, saat dia memulai aksinya, tiba-tiba terdengar suara azan maghrib dan dia paham bahwa waktu maghrib tidak panjang dan dia pun bergegas ke musala yang ada di kompleks kerja dengan sangat antusias dan berjalan secara cepat tidak seperti biasanya. Semangat tersebut dibayangi oleh keberhasilan bahwa dia akan menjadi orang kaya selamanya. Di dalam hatinya, dia segera selesaikan shalat karena segera kembali ke ruang kerja untuk eksekusi rencana jahatnya, yaitu ”mencuri uang dengan sistem” yang secara logika tidak bakal diketahui oleh seorang pun. 

Masyaallah atas rahmat dan hidayah Allah, sesuatu yang tidak pernah terjadi seumur hidupnya saat itu terjadi dengan tiba-tiba, yaitu saat dia shalat sunah ba’diyah (shalat sunah setelah maghrib) terasa khusyuk bahkan lebih khusyuk shalat wajib yang barusan dia lakukan. Dia tiba-tiba meneteskan air mata saat takbiratul ihram. Dia memang sangat memahami makna kandungan semua bacaan dalam shalat.

Saat dia meniatkan shalat pada takbiratul ihram pada posisi kalimat “lillahi ta’ala, shalat ini aku kerjakan hanya aku persembahkan kepada Allah ta’ala”, saat itu dia tersentak meneteskan air mata dan ingin menjerit dengan keras tapi dia mampu menahannya. Shalat pun berjalan lancar, namun ketika posisi shalat membaca “iyyaaka na’budu waiyyaka nastaiin, hanya kepadaMU ya Allah kami menyembah dan hanya kepada-Mu juga kami memohon pertolongan”, saat ini jeritan hati dan lisan tidak bisa dibendung meski tidak sampai terdengar jamaah lainya sebab posisi dia di  pojok baris paling belakang jauh dari jamaah. 

Sekali lagi dia bisa mengendalikan diri dan shalat tetap berjalan. Namun, pada saat sujud terahir di rakaat kedua, dia tidak mampu mengendalikan diri, disaat ini dia membaca kalimat ”wabihamdih”, hatinya mengatakan “sampai kapan aku kufur terhadap semua nikmat Allah yang aku terima meski aku tidak akan mampu menghitungnya”, hati dan lisannya menjerit serius. Dia bangun hingga salam dan  berdoa cukup lama. 

Subhanallah, sekali lagi rahmat dan hidayah Allah membuat dia istighfar dan sujud syukur, menyambung shalat Isya dan dia pun tidak meneruskan niat jahatnya itu. Sebab, hanya ada satu hal di hatinya yang selalu berbisik asma Allah. Selalu merasa diawasi Allah. 

Demikian dahsyatnya derajat, tabiat, dan perilaku ihsan ini. Jika ini telah dimiliki seseorang, siapa pun akan selamat dari gangguan syetan. 

Keselamatan seorang ihsan ini bisa memberikan dampak keberkahan bagi orang lain, bahkan bagi masyarakat luas. Dia dan mereka selalu sadar bahwa Allah tidak akan pernah lewatkan dari pengamatan terhadap mahluk-Nya hingga detak jantung dan suara hati. 

Semoga kisah ihsan yang didialogkan malaikat dan Nabi SAW tersebut membawa keberkahan bagi seluruh umat. Aamiin. Wallahu a’lam.