2 tahun yang lalu
Nurulfalah.org – ”Dan berikanlah kepada anak-anak yatim (yang sudah baligh) harta mereka, jangan kamu menukar yang baik dengan yang buruk dan jangan kamu makan harta mereka bersama hartamu. Sesungguhnya tindakan-tindakan (menukar dan memakan) itu adalah dosa yang besar” (QS An-Nisa’ [4]: 2).
Kisah ini memberikan keteladanan kepada kaum muslimin tentang rasa cinta Rasulullah SAW kepada anak-anak yatim.
Ketika Ja’far bin Abu Thalib terbunuh dalam peperangan Mut’ah, Nabi Muhammad SAW sangat sedih. Beliau segera datang ke rumah Ja’far dan menjumpai istrinya, Asma bin Umais, yang sedang membuat roti, memandikan anak-anak, dan memakaikan bajunya.
Asma menuturkan, ”Ketika Rasulullah SAW menemui kami, aku mendapatkan wajah beliau sangat sedih. Maka timbullah perasaan takut pada diriku, akan tetapi aku tidak berani untuk menanyakannya. Kemudian beliau bersabda, “Suruhlah anak-anak Ja’far kemari. Aku akan mendoakannya,” maka bergegaslah mereka mendekat kepada Rasulullah SAW dan bercengkerama dengan beliau. Rasulullah merangkul mereka, mencium, serta berlinang air matanya. Maka aku berkata, “Wahai Rasulullah , apa yang menjadikan engkau menangis? Apakah ada sesuatu yang menimpa Ja’far?”
Beliau menjawab, “Ya, dia telah gugur sebagai syahid pada hari ini.” Sesaat hilanglah keceriaan yang terdapat pada wajah-wajah mereka tatkala mendengar tangisan ibunya.
Kemudian Nabi Muhammad SAW kembali kepada keluarganya dan beliau bersabda, “Janganlah kalian melupakan keluarga Ja’far, buatlah makanan untuk mereka karena sesungguhnya mereka sedang sibuk menghadapi musibah kematian Ja’far.”
Rasulullah SAW bersabda, “Aku dan orang yang menanggung anak yatim (kedudukannya) di surga seperti ini.” Kemudian beliau mengisyaratkan jari telunjuk dan jari tengah beliau serta agak merenggangkan keduanya (HR Bukhari).
Setangkup roti, meski remah-remahnya buat anak-anak yatim bermata teduh, adalah lilin di tengah kegelapan dan kemiskinan, tanpa seseorang yang menjadi sandaran hidupnya yang papa serta kelaparan senantiasa. Sungguh, Rasulullah SAW yang amat kita cintai telah mencontohkan kepada kita bahwa mengasuh dan merawat anak-anak yatim itu amat mulia dan ladang pahala tak bekeputusan kelak bagi kita.
Keutamaan yang bisa didapat dengan menyantuni anak yatim adalah memperoleh kedekatan dengan Rasulullah SAW di surga sedekat antara jari telunjuk dengan jari tengah. Selain itu, memelihara dengan baik anak-anak yatim akan melembutkan hati kita yang hakikatnya sekeras batu. Hati yang lembut akan membuat kita mengambil jarak dari kondisi yang melingkupi, menajamkan nurani dan pikiran, bahwa di sekitar kita banyak orang yang membutuhkan uluran tangan.
Keutamaan lainnya, tentu saja sebagaimana dijanjikan Rasulullah SAW bahwa kita akan memperoleh perlindungan dari Allah SWT pada saat tidak ada lagi perlindungan yang menenangkan di hari huru-hara kiamat. Menyatuni dan menyayangi anak-anak yatim, sebagaimana suri tauladan kita, Rasulullah SAW yang juga yatim-piatu sejak belia, lebih signifkan lagi mampu membuat kita tidak akan lagi menumpuk harta-benda demi kebahagiaan sendiri, yang sejatinya semu belaka.
Sifat kikir, tamak, dan serakah akan dengan sendirinya terkikis habis jika kita membangun solidaritas untuk mengasuh dan menyantuni anak-anak yatim. Tentu saja, masing-masing dari kita berbeda kemampuan dan penerimaannya. Sebisa mungikin, sekecil apa pun, meski hanya setangkup roti, hal itu sangat bermakna bagi kehidupan anak-anak yatim. Masa depan mereka harus kita selamatkan.
Sebab sesungguhnya, ketika lubang kubur kita diuruk dan sanak-saudara menunggui dengan menangis dan berdoa di rumah, kita telah menjadi yatim dan sebatang kara. InsyaAllah, kita dikuatkan di kuburan kita jika mampu menyayangi anak-anak yatim.